Di tengah dunia yang egosentris, sikap pengabaian menjadi tindakan yang dianggap biasa dan umum dilakukan. Banyak orang dikenal tanpa nama, dipanggil sebatas angka, dan disapa pada saat suara atau tenaga mereka diperlukan untuk kepentingan tertentu. Disini relasi yang terjadi biasanya bernuansa transaksional, yang mewujud dalam sebuah asas saling memberdayakan. Di dalam gereja pun tanpa disadari pelayanan lambat launberubah menjadi sebuah aktivitas pemberdayaan umat, dimana umat diberdayakan secara optimal dengan berorientasi pada terlaksananya kegiatan & keberhasilan tugas(networking). Kehadiran orang lain menjadi penting karena ada faktor kepentingan tertentu atas nama pelayanan. Dengan kata lain, kehadiran mereka dibutuhkan bisa jadi semata-mata karena mereka punya peran & fungsi tertentu dalam pelayanan.
Untuk merespon kondisi diatas maka GKI Denpasar menawarkan sebuah fokus alternatif, yaitu sebuah kondisi hidup & pelayanan yang tidak melulu berfokus pada keberhasilan proyek kegiatan tertentu. Disini kita akan mencoba fokus pada pribadi, pada orangnya(netbeing); yang mungkin selama ini terabaikan karena kita terlampau sibuk menggapai hal yang lain. Kita akan mencoba mewujud menjadi Gereja yang bukan hanya kuat di organisasinya, tetapi juga kuat pada organismenya. Dengan mengusung tema: “Merawat Relasi Persahabatan Dalam Karya Pelayanan”, kita akan mencoba mewujudkan atmosfer persahabatan dalam karya pelayanan kita. Dengan sebuah mimpi terwujudnya komunitas para sahabat yang melayani bersama-sama.
Persahabatan adalah sebuah relasi penerimaan yang membawa kita pada sebuah perjalanan untuk bertumbuh bersama. Diyakini bahwa setiap orang membutuhkan sahabat
dalam hidupnya, sebab setiap orang membutuhkan ruang untuk menerima dan diterima, berbagi dan membagi. Relasi persahabatan yang kita bangun adalah semangat menyapa sesama di dalam kehangatan cinta Allah. Ini adalah semangat yang dibangun dengan dasar pemahaman dan keyakinan iman bahwa setiap orang berharga & layak dikasihi. Merawat relasi persahabatan adalah tindakan iman kita di dalam Kristus yang telah lebih dahulu mengangkat dan merangkul kita menjadi sahabat-Nya. Kata “merawat” juga dapat dimaknai sebagai upaya untuk memberi perhatian khusus & kepedulian kepada mereka yang terluka, yang juga mungkin terhilang. Persahabatan memberi ruang untuk menjauh, tetapi tak membiarkannya terlepas. Ia memberi ruang untuk dekat, tetapi tak mengikatnya tanpa kebebasan.
Itulah sebabnya kata “Sahabat” dalam bahasa Inggris bukan hanya “Friend”, tapi juga
“Companion” (dari kata “com” : bersama, dan “panis” : roti). Sahabat adalah orang yang berjalan bersama kita, serta berbagi roti dengan kita untuk menapaki masa depan kehidupan. Sebagaimana yang GKI praktekkan dalam sakramen Perjamuan Kudus yang adalah sebuah simbol bahwa Yesus telah memberikan diri-Nya (tubuh-Nya), memberikan roti kepada kita untuk berjalan sebagai sahabat-Nya. Oleh karena itu, Perjamuan Kudus sejatinya adalah perjamuan sakramen persahabatan. Setiap kali kita merayakan Perjamuan Kudus sesungguhnya kita sedang merayakan persahabatan kita dengan Kristus, dan juga satu dengan yang lain. Sebuah momen ketika para sahabat makan bersama untukmerayakan kehangatan cinta kasih Allah, dimana tidak ada sekat yang membatasi & tidak ada yang lebih tinggi satu dengan yang lain.
Semangat merawat relasi persahabatan juga adalah semangat mengubah wajah duniaseperti yang dihendaki Kristus, yang mendatangkan damai sejahtera di tengah dunia inibagi seluruh ciptaan. Ya, seluruh ciptaan! Artinya bahwa persahabatan disini tidak hanya terjadi antar manusia saja, melainkan antara manusia dengan lingkungan hidup. Keistimewaan manusia sebagai ciptaan bukan karena ia memiliki wajah seperti Allah, melainkan pada saat dirinya memperlakukan bumi dan segala makhluk hidup seperti Allah memperlakukannya. Ketika Allah mencipta alam ini dengan begitu baik, maka manusia diberi tanggung-jawab untuk merawatnya agar yang baik itu tetap lestari.
Sebagai mahkota ciptaan, manusia dianugerahkan tanggung-jawab & kepercayaan untuk menjadi sahabat bagi bumi. Maka sebagai sahabat bumi, tidak selayaknya kita menutup mata ketika bumi tersakiti dengan kerusakan demi kerusakan yang cenderung meningkat(limbah sampah, perusakan hutan, tingginya pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran tanah, dan lain sebagainya). Oleh karena itu, panggilan untuk merawat relasi persahabatan dengan alam semesta menjadi sangat relevan saat ini.
Tema Pelayanan “Merawat Relasi Persahabatan Dalam Karya Pelayanan”, mengajak kita untuk mewujudkan semangat persahabatan bagi sesama & juga bagi alam semesta. Semangat ini perlu dihidupi, bukan hanya pada saat kita melakukan kegiatan-kegiatan pelayanan gerejawi, melainkan juga dalam kehidupan kita sehari-hari. Paling tidak kita dapat memulainya terlebih dahulu dari komunitas gerejawi kita. Sebuah komunitas yang kita yakini sebagai komunitas yang telah Tuhan percayakan untuk mewartakan persahabatan ilahi kepada seluruh ciptaan. Salam Persahabatan!